Awal Tahun yang Berat
Lelah banget rasanya tahun ini. Belum juga berganti ke 2026, tapi 2025 terasa panjang dan berat. Seolah semua fase hidup datang bersamaan dalam satu tahun. Awalnya gue masih hepi banget kerja di Mekari Qontak. Timnya solid, pekerjaannya jelas, dan gue merasa sedang berkembang. Tapi semuanya berubah ketika pengumuman layoff keluar. Gue masih ingat banget hari itu, rasanya berhenti sejenak antara bingung dan gak percaya.
Masa Hening dan Ketakutan
Gue gak langsung nyari kerja baru. Sempat ngerasa kosong, capek, dan mulai mikir kalau mungkin ini waktunya istirahat sebentar. Tapi di sisi lain ada rasa takut juga. Di umur 36 tahun, dunia kerja kadang terasa makin sempit. Banyak perusahaan yang lebih memilih kandidat muda yang dianggap lebih cepat beradaptasi. Gue sempat kepikiran mungkin sudah waktunya ganti arah, entah buka usaha kecil atau bahkan cari penghasilan lain yang lebih sederhana. Tapi ternyata Tuhan masih kasih jalan lain.
Menemukan Napas Baru di Paper.id
Beberapa minggu kemudian gue diterima di Paper.id. Rasanya seperti dapat napas baru. Di sana setiap hari penuh tantangan. Gue belajar banyak hal baru, mulai dari tracking iklan, membuat laporan, sampai membangun sistem marketing yang lebih efisien dengan data dan automasi. Timnya seru dan terbuka. Walaupun capek, ada rasa puas setiap kali bisa melihat hasil nyata dari kerja keras sendiri.
Titik Balik Setelah Pergi
Tapi perjalanan di Paper.id juga gak panjang. Setelah keluar, gue sempat kembali di titik bingung. Waktu itu gue mulai sadar kalau mungkin ini waktunya menata arah hidup lagi. Gue mulai fokus ke hal-hal yang gue suka dari dulu: membangun sistem, bereksperimen dengan teknologi, membuat dashboard, dan nyatuin marketing sama data. Dari situ gue mulai ambil beberapa proyek freelance, bantu bisnis kecil buat rapihin tracking dan kampanye digital mereka. Pelan-pelan rasa percaya diri itu muncul lagi.
Bertemu Smart Salary
Sampai akhirnya gue dengar tentang Smart Salary. Awalnya gue cuma tahu sekilas, tapi setelah baca lebih dalam, gue langsung tertarik. Smart Salary bukan cuma software HR biasa. Sistemnya menggabungkan HR, payroll, dan keuangan jadi satu ekosistem. Lebih menarik lagi karena ini perusahaan lintas negara yang beroperasi di Indonesia, Thailand, dan China. Tantangannya jelas besar, tapi justru itu yang bikin gue pengen coba.
Proses Panjang yang Berbuah Hasil
Proses rekrutmen di sana gak singkat. Ada beberapa tahap yang harus gue lewati dan jujur saja sempat muncul rasa ragu. Tapi semua pengalaman sebelumnya, mulai dari Mekari Qontak, Paper.id, sampai project freelance, ternyata jadi modal yang berharga. Akhirnya gue diterima dan resmi bergabung di Smart Salary.
Menemukan Makna Baru dalam Pekerjaan
Sekarang gue ngerasa seperti kembali menemukan titik yang pas antara kerja, teknologi, dan makna. Di Smart Salary gue tidak hanya menjalankan campaign, tapi juga ikut membangun sistem dari awal. Gue mengerjakan tracking lintas platform, integrasi data antar negara, hingga menerjemahkan dan menyesuaikan konten untuk tiap pasar. Berat, tapi terasa menyenangkan karena setiap hari selalu ada hal baru yang bisa dipelajari.
Refleksi dan Harapan
2025 memang tahun yang melelahkan, tapi juga tahun yang paling jujur buat gue. Tahun ini gue belajar kalau kehilangan bukan akhir dari segalanya. Ini adalah cara hidup memberi ruang untuk hal baru. Gue belajar bahwa kadang rasa takut dan lelah justru yang membuka jalan menuju sesuatu yang lebih besar.
Sekarang gue tidak berharap hidup jadi lebih mudah. Gue hanya ingin terus tumbuh dan belajar, sedikit demi sedikit. Dan kalau suatu hari nanti, di tahun 2026, gue menengok ke belakang, gue ingin bisa bilang dengan tenang, “Syukurlah gue gak menyerah di tahun seberat ini.